Meresapi Perjalanan Rasa Fahd Pahdepie
Oleh Ahmad SolehAKASIA - Sebelum larut ke dalam resensi yang saya sajikan, alangkah baik bila sebelumnya saya sampaikan penafian (disclaimer) lebih dulu. Ulasan berikut ini merupakan pandangan pribadi, yang saya rasakan setelah membaca buku Perjalanan Rasa. Bagi saya, buku ini tidak cuma memberikan wawasan dan inspirasi, tetapi juga dapat menjadi contoh pengemasan buku yang unik, apik, dan berbobot. Resensi berikut ini sebelumnya pernah ditayangkan di GhirahBelajar.com. Saya terbitkan ulang di Resensia dengan beberapa penyesuaian. Semoga kawan-kawan Resensian dapat meresapi perjalanan ini. Sila disimak.
***
“Belajarlah. Jika kau belum mengerti, kau akan melakukan kesalahan lagi. Tetapi itu wajar. Sebab tak ada satupun manusia yang bisa berjalan tanpa terlebih dahulu terjatuh, bukan? Tetapi, teruslah berjalan. Kapan pun kau merasa pintar, kau akan terjatuh—melakukan kesalahan. Maka teruslah merasa bodoh, sebab kau harus terus belajar.” ―Fahd Pahdepie
Memori yang terserak. Mungkin itu frasa awal yang muncul di kepala saya ketika membaca daftar isi dari buku Perjalanan Rasa karangan Fahd Pahdepie ini. Ya, buku yang cukup tipis ini kurang lebih berisi memori kenangan penulisnya, Fahd Pahdepie, mengenai sebuah perjalanan hidup.
Di buku yang berisi kumpulan tulisan singkat ini, penulisnya menceritakan tentang apa saja yang membuatnya seolah ingin mengungkapkan, “Perjalanan rasa inilah yang membuatku jadi seperti ini, saat ini.” Jika dilihat secara runtut, daftar isinya dimulai dengan “Mama” dan terakhir penulisnya menceritakan kisahnya bersama “Ayah”.
Dari sisi isinya, saya kira buku ini cukup baik dan mudah dicerna. Setiap kisah yang diungkapkan penulisnya mampu membawa pembaca pada tiap-tiap plot tentang rasa, yang meski tak saling terhubung satu sama lain. Namun, ada kata kunci dari tiap akhir tulisan yang kembali dikisahkan ke dalam kisah selanjutnya. Kadang melompat-lompat, kadang juga memperdalam makna tulisan sebelumnya. Saya rasa ini bentuk penyajian yang unik.
Ya, kira-kira secara garis besar, buku ini ingin mengajak kita (para pembaca) merenungi, “Betapa beruntungnya bisa memiliki keluarga, orang tua, teman, pengalaman, dan kenangan-kenangan.” Yang kesemuanya itu bila kita reaspi akan turut membentuk pola pikir dan pola tindak kita.
Syahdan, buku ini tidak terlalu membawa kita larut dalam sajian dramatisasi kisah-kisahnya. Jadi, tak perlu khawatir atau terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa buku ini buku orang lebai dan melankolis. Nyatanya, buku ini mampu membawa wawasan baru buat pembacanya yang dihadirkan melalui penyampaian yang sederhana dan mudah dimengerti.
Selain isinya. Tentu saja, yang menjadi perhatian saya, tampilan tiap lembarnya yang membuat kita nyaman membacanya. Secara visual, tampilan buku ini agak feminine atau terkesan perempuan. Apalagi dengan kombinasi warna-warna soft seperti pastel, biru langit, dan sebagainya.
Namun, jangan terlalu dirisaukan, justru dengan desain seperti itu kita bisa sangat menikmati buku ini. Buku ini juga bukan hanya bacaan untuk kaum hawa saja, kaum adam pun rasanya perlu membaca buku ini. Desain layout-nya yang kekinian, dengan jenis huruf yang nyaman dibaca, gambar-gambar sederhana, dan kutipan-kutipan yang dibuat grafis menarik, buku ini menjadi amat memanjakan mata.
“Kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, sampai kita mewakili pikiran dan perasaan kita sendiri!” –Fahd Pahdepie
Identitas Buku
Judul: Perjalanan RasaPenulis: Fahd Pahdepie
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 190 hlm
Terbitan: Februari 2018
.png)
0 Komentar