Inilah Resensi Inilah Resensi Muhidin M. Dahlan (Bagian 1)
Oleh Ahmad SolehAKASIA – Salah satu referensi utama dalam membuat resensi buku ialah buku putih bertajuk Inilah Resensi; Tangkas Menilik dan Mengupas Buku. Buku karangan Muhidin M. Dahlan ini termasuk buku best seller mengenai penulisan resensi yang tidak hanya mengupas teknik-teknik dan trik menulis resensi. Hal pertama yang paling menarik perhatian disajikan ada pada BAGIAN SATU. Sepertinya ini menjadi formula ampuh menarik perhatian pembaca pada resensi buku, yang sebetulnya tidak begitu populer di kalangan penulis saat ini.
Menurut saya, penyajian tokoh-tokoh literat top nasional adalah cara yang menarik. Mungkin khalayak sudah begitu paham para pendiri bangsa ini merupakan tokoh intelektual yang erat kehidupannya dengan buku-buku. Namun, agaknya tidak banyak yang mengetahui bahwa tokoh seperti Sukarno dan Hatta merupakan peresensi. Ya, dua tokoh bangsa tersebut merupakan penulis resensi.
Baik Sukarno maupun Hatta memiliki istilah sendiri untuk menyebut resensi. “Dua proklamator kemerdekaan Indonesia, Sukarno dan Mohammad Hatta,” dijelaskan Muhidin, “memiliki sebutan lain untuk resensi buku. Sukarno menyebut ‘tilikan’ atau mengamati dan memeriksa secara sungguh-sungguh suatu buku.” Menilik buku seperti yang diungkapkan Sukarno menyiratkan upaya mendalam, yang disebut Muhidin, hal itu terasa saat membaca ulasan yang dihasilkan Sukarno.
“Ya, Sukarno juga adalah peresensi buku. Naun, bukan untuk mencari uang, apalagi sekadar kemasyhuran. Bukan. Ia meresensi buku untuk tahu dan terlibat secara jauh memahami apa yang terjadi dalam perang dunia kedua seupangnya dari pembuangan politik.” (2020: 19). Diceritakan Muhidin, Sukarno menilik buku untuk memahami bagaimana fasisme ala Hitler dalam buku Willi Muzenberg bertajuk Propaganda Als Waffe. Sukarno merupakan pembaca yang rakus. Begitu sebut Muhidin. Meski kadang juga tak tuntas ketika menemui buku yang ia nilai “angker, berat, dan menjemukan” (2020: 21).
Lain Sukarno, lain Mohammad Hatta. Sosok proklamator kemerdekaan yang satu ini lebih senang menyebut resensi dengan “kupasan”. Muhidin menceritakan bagaimana Hatta membuat resensi sebagai pengikat ikatan pertemanan. Ya, Hatta meresensi “buku teman”, temannya, sahabatnya: Sutan Syahrir. Kedua sahabat ini mengelola koran mingguan Daulat Ra’jat. Dalam catatan Muhidin disebutkan, Syahrir kerap mempromosikan bukunya bertajuk Pergerakan Sekerdja, dan Hatta kerap kali mendapat tugas menulis resensinya. Hatta pun menulis kupasan bertajuk “Nasib Kaoem Dagang Ketjil di Indonesia”.
“Sebagai ‘resensi teman’, isinya pun mengajak orang banyak untuk membeli dan membacanya.” (2020: 25). Tidak hanya melakukan promosi dalam resensinya, Hatta, dinilai Muhidin, membuat kupasan yang serius untuk karya temannya itu. “Hatta tak menulis ala kadarnya; satu atau dua paragraf, tetapi 20 paragraf atau di atas seribu kata.” (2020: 26). Selain kedua tokoh di atas, Muhidin juga menyertakan beberapa tokoh lain yang erat hubungannya dengan resensi buku. Di antara tokoh-tokoh tersebut ialah Poesbatjaraka yang gemar meresensi naskah-naskah kuno.
Kemudian Polycarpus Swantoro yang meresensi buku dengan mengungkap tabir historis secara mendalam. Selanjutnya ialah ekonom Sumitro Djojohadikusumo yang menguak teori ekonomi dengan meresensi buku-buku babon. Resensi-resensi itu diterbitkan Yayasan Obor Indonesia dengan tajuk Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Buku 1 Dasar Teori dalam Ekonomi Umum. Terakhir, yang pasti sudah sangat familier, yakni sang paus sastra HB Jassin. Pengarsip sastra bernama lengkap Hans Begue Jassin ini meresensi dengan fokus pada tiga hal: buku, tokoh, dan topik pembahasan. (Bersambung)
.png)
0 Komentar